Terkadang buat melangkah yakin ke masa depan, kita harus melongok sedikit ke masa lalu. Mencari sejumput kepastian yang bisa dijadikan pegangan. Membenahi benang kusut yang dulu terpintal. Semacam helaan napas lega demi meringankan gerak hati. Dan kadang untuk melakukannya kita cuma butuh satu hari saja. Setidaknya Amanda Sudirdja, 26 tahun, mengalami hal itu.
Hari itu seharusnya jadi hari yang biasa saja bagi Amanda. Gadis yang seminggu lagi akan menikah dengan Doddy Arifin. Seminggu menuju kebahagian. Namun belakangan Amanda dan Doddy malah seperti menjauh. Apalagi Doddy sekarang super sibuk dengan pekerjaannya menjelang cuti nikahnya nanti.
Tapi sebenarnya bukan cuma sibuk yang membuat Amanda dan Doddy seperti berjauhan. Ketegangan pra-nikah yang klasik membuat mereka jadi sering bertengkar dan perang mulut. Semua orang pasti akan menganggap ini hal biasa. Makin klasik dan klise ketika Amanda tiba-tiba mendapat sekardus kiriman barang-barang masa lalunya dari seseorang. Seseorang yang bisa membuat Doddy yang cenderung sabar bisa naik pitam.
Orang itu adalah Hari Ananda. Mantan Amanda paling terakhir. Mantannya yang paling baik. Yang terakhir ini semua orang yang kenal Amanda akan mengakui secara aklamasi. Sekaligus semua orang itu juga sangat menyayangkan kenapa mereka putus. Dan beberapa hari ini, Hari mengirimkan SMS pada Amanda. SMS yang berisikan ‘gugatan-gugatan halus’ soal masa lalu mereka. Terakhir kardus itu datang bersama surat yang kurang lebih mengatakan kalau Hari sudah tidak ‘kuat’ menyimpan benda-benda penuh kenangan itu.
Hari Ananda memang pacar yang baik bagi Amanda. Sejak SMA dia mengisi hari-harinya bersama Amanda. Di samping hobi mengelus-elus Peugeout 505-nya. Hobi mungkin terlalu menyederhanakan. Hari adalah fanatik otomotif. Menguasai segala hal tentang mobil. Terutama Peugeout. Amanda dulu sering bercanda kalau Hari selingkuh dengan sesuatu dari Perancis.
Semua orang melihat mereka sebagai pasangan yang sempurna. Pasangan yang sama ‘gilanya’. Mereka begitu santai menghadapi hidup. Begitu spontan. Mereka bisa saja tahu-tahu bolos sekolah dan bermobil ke Bandung. Atau penasaran membuktikan sebuah tempat yang dianggap angker oleh banyak orang.
Hari sendiri memang penuh dengan segala hal berbau impulsif. Segala hal dia coba. Termasuk mencoba ngeband [Hari punya band Paradoks namanya. Nama yang selalu diledek Amanda karena memang mengandung paradoks: pingin ngetop tapi jarang latihan] dan lainnya. Tapi tidak pernah ada yang jadi. Hari selalu mengatakan pada Amanda kalau dia memang senang bisa mencoba sesuatu. Tidak perlu hasil. Karena hidup itu mestinya dinikmati saja. Proses adalah segalanya buat Hari. Lama-kelamaan hal ini membuat Amanda merasa pegal juga. Sebab menjalani hidup dengan Hari seperti ada di posisi air yang tergenang. Melelahkan. Mereka sendiri juga kerap putus-sambung selama pacaran.
Lalu tanpa ada yang pernah tahu apa alasan sebenarnya, keduanya putus. Tak lama setelah Amanda wisuda dan Hari akhirnya sampai pada titik tidak bisa meneruskan kuliahnya karena ‘diminta’ mengundurkan diri oleh kampusnya. Amanda pun bertemu dengan Doddy. Seorang laki-laki dengan target dan pencapaian-pencapain yang realistis. Membuat hidup Amanda menjadi lebih fokus dan terang. Meski Doddy tidak sememikat Hari, Amanda merasakan ketenangan yang tidak dia miliki saat dengan Hari.
Dan sekarang, Hari tiba-tiba muncul lagi. Di tengah situasi yang sedang ‘tegang’ dan bertensi tinggi. Belum lama ini Doddy dan Amanda bertengkar soal tanggal pernikahan mereka yang salah cetak akibat gedung yang mereka sewa mengalami renovasi mendadak. Lalu mereka pun membagi tugas. Doddy merevisi undangan itu dengan stiker lantas Amanda yang mengurus bagian pengantaran. Sebab kerja Doddy sebagai junior brand manager jauh lebih hectic dibanding Amanda, sang PR di sebuah perusahaan asuransi.
Kini Amanda mau tak mau menceritakan soal kardus kiriman Hari pada Doddy. Amanda dan Doddy kembali bertengkar. Doddy merasa Amanda tidak mau menyelesaikan masalah itu sejak ‘serangan’ masih berbentuk SMS. Amanda menangkis dengan mengatakan kalau Doddy juga tidak terlalu serius membahas masalah ini. Doddy pun lalu meminta Amanda untuk menyelesaikan persoalannya dengan Hari sendiri. Secepatnya.
Amanda pun menarik napas panjang. Berpikir sejenak. Lantas menelepon, Janine dan Lulin sahabatnya. Janine menyarankan kalau Hari harus mendapatkan pelajaran akan realitas. Ide Janine adalah dengan mengajak Hari mengantarkan undangan pernikahan Amanda. Apalagi Amanda memang masih punya beberapa undangan sisa yang belum diantar. Undangan yang memang Amanda ingin antar sendiri, bukan lewat kurir. Amanda pun sepakat dengan usul Janine dan mengontak Hari. Memulai hari yang tidak akan dia lupakan seumur hidupnya.
Ketika ditelepon, Hari berlagak terkejut. Amanda sempat sebal mendengarnya. Lalu Hari dengan cepat mengiyakan permintaan Amanda. Keduanya pun bertemu lagi setelah putus satu setengah tahun yang lalu. Hari menjemput Amanda di jalan dekat rumahnya. Hari sempat tersenyum jail menyinggung itu adalah tempat mereka bertemu saat masih backstreet ketika SMA. Senyum Hari hilang saat melihat Amanda membawa kardus kirimannya.
Amanda sendiri langsung menembak Hari dengan kalimat-kalimat tajam. Mengatakan kalau dia tidak suka apa yang dilakukan Hari beberapa hari belakangan ini. Hari diam saja. Amanda mengatakan kalau dia seminggu lagi menikah, jadi Hari jangan mencoba mengacaukan itu semua. Amanda lantas mengatakan kalau memang ada yang ingin Hari bicarakan, hari ini adalah hari terakhirnya sembari menemani Amanda mengantar undangan.
Awalnya Hari nyaris diam tanpa pembelaan berarti. Dia lebih banyak mengatakan menyesal melakukan itu semua. Tapi Hari mengelak dengan mengatakan kalau dia memang benar-benar tidak bisa melupakan Amanda sama sekali. Amanda tetap dingin. Ajakan Hari untuk makan dulu pun ditolak Amanda. Kalau yang ini ada hubungannya juga dengan diet yang sedang dijalaninya dengan ketat.
Sepanjang perjalanan, Hari sempat tanpa ‘sengaja’ menyetel kaset yang berisikan lagi pacaran mereka dulu. Amanda memandang tajam ke arah Hari. Hari mencari alasan sebisanya. Amanda melipat tangannya di dada. Hari hanya bisa menarik napas panjang saja.
Setelah mengantarkan undangan pertama yang sulit dicari, di rumah kedua mereka bertemu dengan saudara jauh Amanda yang mengira kalau Hari adalah Doddy. Tante itu dengan cerewet mengoceh soal kebaikan Doddy yang dia dengar dari Ibu Amanda.
Habis itu Amanda dengan santai mengatakan kalau Hari sudah mendengar kebaikan calon suaminya. Hari tersenyum tipis saja dan mengatakan dia haus dan hendak membeli kopi dulu. Lantas Hari mengarahkan mobilnya ke sebuah kafe.
Amanda sangat kesal ketika sadar kafe yang dituju oleh Hari. Kafe itu adalah tempat mereka dulu jadian pertama kali. Amanda mencium langsung niat Hari. Hari ngotot mengatakan kalau dia memang cuma bisa minum kopi bikinan kafe itu. Amanda menolak masuk. Hari pun menghabiskan kopinya sambil berdiri di depan pintu.
Begitu Hari keluar Amanda langsung menyembur Hari sambil menunjuk-nunjuk undangan yang dia pegang. Sambil mengulang-ulang kalau seminggu lagi dia akan menikah. Hari melirik ke arah undangan itu dengan jelas. Lalu bertanya kenapa tanggal yang ada di undangan tercetak dua minggu dari sekarang? Amanda pun terkejut bukan kepalang.
Amanda langsung menelepon Doddy dan bertengkar hebat. Amanda menyalahkan Doddy yang belum merevisi undangan dengan teliti. Hari pun lantas menawarkan diri untuk membenahi persoalan itu. Mereka pun mengunjungi lagi dua rumah pertama. Lalu Hari mengajak Amanda ke tempat temannya yang tukang stiker. Mereka merevisi undangan yang tersisa.
Hanya saja karena buru-buru, stiker yang tercipta kurang sempurna dan tintanya melebar kemana-mana. Tepat dengan itu, ada telepon dari tempat fitting baju mengatakan kalau Doddy ternyata tidak sempat datang. ‘Sempurna’ sekali kekacauan hari ini buat Amanda.
Amanda lantas berusaha mengontrol emosinya berkali-kali. Dia pun menelepon sahabat-sahabatnya yang tegang menunggu kabar darinya. Janine dan Lulin kembali memberikan tawaran solusi. Kalau soal fitting kan bisa cari orang yang ukurannya sama dengan Doddy, begitu kata Lulin menenangkan.
Amanda lantas mengamati Hari dari atas sampai bawah. Lalu menarik Hari menuju ke tempat fitting. Ternyata di luar dugaan baju yang untuk Doddy ternyata pas sekali dengan Hari. Amanda pun runtuh pertahanannya. Amanda menangis. Amanda lantas dengan marah membawa Hari ke warteg. Memakan semua makanan yang ada sambil menangis. Sambil memecahkan gelas tanpa sengaja. Amanda terkejut dan spontan minta maaf pada Doddy. Begitu yang dia lihat ternyata Hari, Amanda kembali menangis. Hari pun berusaha menenangkan Amanda sebisanya. Amanda lalu menumpahkan semua kegundahan hatinya. Kekesalan hatinya selama ini. Ganjalan yang mencegat rasanya pada Doddy.
Hari pun mendengarkan. Mendengarkan betapa Amanda merasa selama ini dia seperti ada di pihak yang salah. Hanya karena Amanda merasa dia tak ingin meningkatkan jenjang karirnya. Dia puas dengan posisinya sekarang. Sebab yang dia sukai dari menjadi PR adalah berhubungan langsung dengan banyak orang. Bukan naik pangkat lalu jadi sibuk mengatur ini-itu saja. Tanggung jawab yang tidak disukai Amanda. Sementara bagi Doddy itu semacam kemalasan belaka.
Hari terus mendengarkan sambil mereka mengantar undangan ke sebuah rumah berpagar tinggi dan angkuh lengkap dengan kamera pengawas. Hari sebal dan mengutak-ngatik kamera itu hingga mereka dikejar anjing penjaga. Untuk pertama kalinya mereka berpegangan tangan lagi.
Setelah itu mereka mengantarkan undangan untuk guru BP mereka dulu. Hari mengusulkan untuk langsung mengantar ke sekolah saja. Amanda pun tersenyum setuju. Sesampainya di sana, sang guru malah menyangka mereka berdua yang akan menikah. Menasehati mereka sambil mengingat masa pacaran mereka dulu. Hari dan Amanda pun tersenyum saja.
Setelah itu perlahan keduanya malah makin dekat. Amanda seperti merasakan kembali masa-masa yang seperti hilang darinya. Masa-masa yang ternyata dia rindukan. Masa-masa menikmati hidup dengan lepas. Hari pun berkata kalau seharusnya pasangan itu tidak perlu merubah diri jadi orang lain demi hubungan mereka. Dan buat Hari, Amanda sudah bukan dirinya lagi selama ini. Amanda pun mendengarkan sambil merenung.
Perlahan juga Hari mulai kembali dalam hidup Amanda. Mereka mulai melupakan niat untuk menyebarkan undangan. Mereka malah kembali ke kafe kenangan itu dan kali ini Amanda mau masuk ke dalamnya. Dari situ mereka lantas meluncur ke sebuah taman tempat mereka biasa ‘mojok’ dulu. Mereka pun duduk berdua berdampingan, tertawa menikmati momen-momen yang ada.
Tiba-tiba saja di tengah nostalgia itu, Hari berlari menuju mobilnya. Membuka bagasi dan membawa sebuah lampion besar. Amanda menutup mulutnya dan terharu. Lampion itu adalah janji remaja mereka! Hari dulu berjanji kalau mereka menikah dia akan membuat lampion yang akan jadi satu-satunya penerangan saat malam pertama. Sisi lampion itu pun ada lirik-lirik lagu kesayangan mereka yang akan terproyeksikan saat lampion dinyalakan. Hari mengatakan dia memang benar-benar tidak pernah membayangkan orang lain selain Amanda. Amanda kian luluh di hadapan Hari.
Lantas datang telepon Doddy. Menanyakan kenapa pihak katering bertanya pada dirinya soal konfirmasi makanan. Padahal harusnya itu tugas Amanda hari ini. Amanda menjawab dengan sedikit ketus, kenapa tidak coba Doddy selesaikan? Doddy dengan sabar menjawab kalau itu dulu keinginan Amanda. Doddy juga bertanya apakah soal foto pre-wedding juga sudah Amanda urus? Amanda lantas menyerahkan itu pada Doddy dan menutup telepon.
Hari pun menggenggam tangan Amanda. Telepon berbunyi lagi. Kali ini suara Doddy agak lebih tinggi nadanya. Bertanya soal penting: kenapa wisma tempat menginap untuk keluarga besar Doddy belum Amanda ganti? Masih wisma yang kecil? Amanda menjawab karena dia suka tempat yang kecil itu. Kenapa tidak Doddy yang mengurangi keluarganya yang datang?
Doddy pun marah. Amanda juga marah. Buat dia, selama ini Doddy tidak pernah mendengarkan pendapatnya. Buat Amanda wisma kecil itu lebih murah hingga mereka bisa menghemat, tapi buat Doddy itu cuma alasan Amanda saja. Doddy yakin sekali Amanda lupa. Amanda pun berang. Dia mengatakan kalau Doddy selalu menganggapnya salah, buat apa mereka menikah? Tidak ada gunanya mereka menikah! Amanda pun membanting handphone-nya.
Hari pun memeluk Amanda yang kembali pecah tangisnya. Amanda pun mengatakan apa yang Hari bilang benar. Dia terlalu banyak kompromi selama ini. Terlalu banyak berubah demi Doddy. Hari mengusap rambut Amanda sambil mengatakan kalau dengan dia, Amanda tidak perlu merubah apa pun. Amanda terus tenggelam dalam pelukan Hari.
Hari lantas dengan berani dan heroik mengatakan kalau dia yang akan menikahi Amanda. Apalagi? Melupakan Amanda dia tidak sanggup. Dan yang selama ini Amanda tuntut darinya adalah tanggung jawab dan kejelasan. Kalau kejelasan itu bagi Amanda adalah menikah, maka Hari mau menikah dengan Amanda. Dan lampion itu pun akan berguna juga akhirnya dibanding hanya terpuruk di sudut kamar Hari.
Amanda terhanyut. Hari makin menjejalkan keyakinannya untuk menikah. Dia berjanji pada Amanda akan menyelesaikan semuanya. Dia yang akan bicara pada orang tua Amanda. Membereskan tetek bengek yang lainnya.
Tapi untuk itu dia butuh Amanda kembali jadi dirinya dulu. Kembali jadi Amanda yang penuh spontanitas. Hari lantas mengajak Amanda untuk berlibur seminggu dari sekarang. Melupakan semuanya terlebih dahulu, baru setelah itu mereka menikah.
Kemana mereka akan pergi? Hari mengatakan kalau seminggu lagi dia akan ke Lombok bersama teman-temannya. Amanda pun tersenyum, dia juga akan bulan madu ke sana nanti. Hari mengatakan kalau mereka memang jodoh. Hari pun lantas mengajak Amanda buat mengambil sebagian barang-barang yang sudah dia titipkan pada teman-temannya.
Hari sangat bersemangat sekali dengan rencana itu. Rencana gila-gilaan dengan orang yang paling dia cintai. Amanda sepanjang perjalanan reflek bertanya soal rencana pernikahan mereka nanti. Hari mengingatkan target mereka itu sekarang lepas dan liburan dulu. Membebaskan Amanda dulu dari segala hal yang berbau penikahan. Amanda tersenyum tipis mendengarnya.
Saat Hari mengambil barang-barang di tempat temannya, Amanda menunggu di mobil. Lalu dia melihat beberapa undangan yang masih ada di tasnya. Amanda menimbang-nimbang dan membuka tutup undangan itu. Dia mengusap undangan itu. Mengusap namanya. Mengusap nama Doddy. Mengusap nama kedua pasang orang tua mereka. Terlihat ada stiker nama Hari Ananda di bagian alamat. Ya, harusnya dia memang akan memberikan satu undangan itu untuk Hari. Lalu Amanda mengusap tanggal undangan yang salah. Dia lantas mengambil pulpen dalam tasnya dan membetulkan tanggal itu. Amanda menarik napas panjang sambil terus menatap koreksian itu. Perlahan airmatanya jatuh.
Tak lama kemudian dengan riang Hari masuk ke dalam mobil sambil membawa pipa untuk snorkling dan berkata kalau dia tidak menyangka apa yang akan terjadi seminggu lagi. Amanda memotong dengan mengatakan memang akan ada yang luar biasa seminggu lagi, yaitu pernikahannya dengan Doddy. Hari pun terkejut. Dia menoleh dan melihat Amanda menyerahkan undangan sambil tersenyum dengan pasti.
Hari pun menarik napas panjang dengan kesal. Keluar dari mobil dan dengan marah menatap Amanda. Sambil berteriak kalau dia memang senang Amanda menjadi spontan. Tapi kalau begini namanya plinplan! “Kalo lo udah milih…” Kalimat Hari berhenti sendiri di sini. Dia lihat Amanda masih tersenyum dari dalammobll.
Hari lantas sekali lagi menatap undangan dengan stiker namanya di bagian alamat itu. Di titik ini baru dia sadar kalau Amanda memang sudah berubah. Dia tidak bisa merubah Amanda lagi. Amanda yang ada di sampingnya sekarang bukan lagi Amanda-nya yang dulu. Ini bukan seperti merekonstruksi bangunan seperti lego. Ini masalah pilihan hati. Dan Amanda sudah memilih. Hari pun tersenyum getir sambil melihat pipa snorkling di tangannya.
Mobil Hari kali ini sudah berhenti di depan rumah Amanda. Di gerbang terlihat ada seorang laki-laki yang gelisah menunggu. Laki-laki itu ternyata Doddy. Saat Amanda mendekat, kalimat pertama Doddy adalah maaf dan mengatakan kalau nanti Amanda bilang pada Ibunya bahwa seharian ini Amanda bersama dirinya. Amanda pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
Lalu Amanda mengenalkan Doddy sebagai calon suaminya pada Hari. Hari pun tersenyum menyambut tangan Doddy. Doddy juga menjabat tangan Hari dengan tegas.
Saat Hari berbalik menuju mobil, Amanda mengatakan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk hari ini. Karena Hari baru saja memberikan hari yang benar-benar baik buat Amanda.
NOTE
Ya kayanya this movie is everybody story.. hehehe!! aku juga sempat merasa bahwa film ini adalah cerita yang "gue banget", hehehe!!
Sampai-sampai berfikir apa yang akan aku lakukan seandainya jadi amanda.. disatu sisi masa lalu yang sulit untuk di lepaskan begitu saja, tapi di sisi lain ada seseorang yang menunggu untuk melangkah ke depan. Tapi hidup itu adalah pilihan bukan? pilihan untuk tetap di tempat atau beranjak ke suatu tempat yang lebih baik lagi. Pada awalnya aku merasa tidak akan bisa mengambil keputusan setegas amanda, aku ragu, aku juga takut. Namun bukankah Tuhan sudah mengatur jalan hidup setiap orang dengan jalannya sendiri-sendiri, bukan kah Tuhan akan selalu mengulurkan tanganNya kepada siapapun yang mebutuhkanNya? jadi aku berfikir kenapa aku harus takut? kenapa aku harus ragu untuk menatap masa depan ku sendiri?!!
Yang terberat dari semua ini adalah bagaimana menghadapi diri kita sendiri, membalence kan logika dan hati. Dan seperti Amanda akhir nya aku pun memutuskan untuk melangkah menatap masa depan itu dengan seseorang yang aku percaya mampu menjaga dan menyeimbangiku.
Dan masa lalu itu....
aku mebungkusnya dengan rapi dan menguburnya dalam-dalam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar